Tak peduli pohon meminta daun untuk menetap atau tidak, tapi sejujurnya daun tetap ingin terus bersama menemani pohonnya, tempat dimana dia kembali, tempat dimana memang seharusnya daun berada, dipohonnya.
Daun sadar dirinya bukanlah satu-satunya daun yang ada dipohon itu, ada banyak daun lain yang terus menarik perhatian pohonnya. Sadarkah pohon kalau sebenarnya daun meneteskan air matanya!? sadarkan pohon kalau sebenarnya daun merasa cemburu!?
Daun tidak selamanya dapat bertahan kalau selalu diacuhkan oleh pohonnya. Jikalau pohon memang tidak meminta daun untuk menetap, lalu kenapa pohon tidak mengizinkan daun pergi ditiup angin!? Kenapa begitu sulit bagi daun untuk pergi meninggalkan pohon?
Tak peduli pohon meminta daun untuk menetap atau tidak, daun akan setia pada pohonnya, karena memang sampai saat ini belum ada angin yang dapat meniup daun dari pohon. Daun tidak peduli walau sebenarnya ruang hati pohon sudah penuh akan nama orang lain, nama yang selalu disebutnya ketika berbicara pada daun. (hmm…, tak sadarkan pohon kalau sebenarnya setiap nama itu disebutnya, maka disaat itu pula petir menggelegar dihati daun?).
Daun hanya meminta sedikit ruang dihati pohon untuk menuliskan namanya. Daun sadar, salah besar untuk meminta lebih dari itu. Namun walau hanya sekedar goresan, daun berharap itu akan tetap bertahan melekat di ruang kecil hati sang pohon, paling tidak melekat di ingatannya.
Kini daun hanya berharap agar Tuhan akan berkata sama dengan apa yang daun tulis dalam permohonan-permohonannya, mengiring takdir berjalan sesuai yang daun mau. Serta, daun berharap suatu saat pohon akan sadar akan pentingnya kehadiran daun di sisinya dan menyadari betapa berarti dirinya bagi daun..